-->

BALI

Ubud, set amongst beautiful scenery, abounds with art galleries and studios. European painters settled here in the 1930s and again in the 1960s and had profound effect on the traditional artistic style. Music and dance troupes also perform here.

NAMO KARANG

Namo Karang objek wisata yang terletak di Kidupen kecamatan juhar kabupaten karo selain tempat permandian air jernih pengujung juga disuguhi pemandangan sawah yang luas nan indah

TAMAN SIMALEM

Taman simalem Sumatra utara di perbukitan Danau toba selain udara segar juga menawarkan beragam kegiatan dan akomodasi mulai dari perkemahan sampai penginapan sekelas bintang 5 dengan pemandangan danau yang luas.

PERMANDIAN AIR PANAS LAU DEBUK DEBUK

selain memberi kesegaran permandian ini juga menyembuhkan penyakit kulit serta sering dibuat sebagai pengganti mandi sauna dikarenakan air nya mengandung belerang

BERASTAGI

Kota Berastagi di kabupaten karo memiliki nilai eksotis selain suhu udara sejuk dan tanah yang subur kota ini juga terkenal dengan tanaman hiasnya dan beberapa festival seperti pesta bunga dan buah serta festival kebudayaan.

Jumat, 26 November 2010

Kebebasan Pers Dalam Perspektif Pidan Ditinjau Dari RUU KUHP

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Transformasi Indonesia ke dalam suatu sistem bernegara yang lebih demokratis telah banyak membuahkan perubahan-perubahan yang cukup signifikan dalam kehidupan rakyat Indonesia. Adapun, perubahan-perubahan tersebut bukan berarti tanpa ada pergesekan antara nilai-nilai lama dan nilai-nilai baru, yang kadang kala tereskalasi menjadi suatu masalah sosial dan hukum. Namun bagaimanapun juga halangan dan masalah yang terjadi dalam proses perubahan biarlah tetap menjadi suatu bagian dari proses alamiah perjalanan suatu sistem bernegara menuju ke arah yang lebih baik.
Berbicara mengenai perubahan dalam dunia pers menjadi suatu hal yang pada saat ini berada dalam suatu persimpangan dan dikotomi, apakah akan dianut kebebasan pers secara murni sebagaimana di negara-negara industri atau barat, ataukah pers yang akan tetap berada dalam batasan hukum, yang dalam hal ini adalah batasan hukum pidana. Belum lama ini, kasus Tempo vs Tommy Winata telah mengguncang dunia pers Indonesia, dimana wartawan telah diputus bersalah oleh Pengadilan karena pemberitaan yang dianggap mencemarkan nama baik seseorang.
Hal tersebut menjadi suatu kajian yang menarik untuk ditelaah karena hal tersebut merupakan bagian dari “masalah” transformasi Indonesia menuju negara yang lebih demokratis dan menjunjung tinggi hukum.


B.     Rumusan masalahapakah
·         pers dalam hal ini wartawan dapat dipidana ketika ia menjalankan profesinya?
·         haruskah pers diberikan jaminan akan kebebasan secara utuh bebas dari hukum pidana ketika ia menjalankan profesinya?

C.     Fungsi Pers
Menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, disebutkan dalam pasal 3 fungsi pers adalah sebagai berikut :
A. Sebagai Media Informasi, ialah perrs itu memberi dan menyediakan informasi tentang peristiwa yang terjadi  kepada masyarakat, dan masyarakat membeli surat kabar karena memerlukan informasi.
B. Fungsi Pendidikan, ialah pers itu sebagi sarana pendidikan massa (mass Education), pers memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga masyarakat bertambah pengetahuan dan wawasannya.
C. Fungsi Menghibur, ialah pers juga memuat hal-hal yang bersifat hiburan untuk mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang berbobot. Berbentuk cerita pendek, cerita bersambung, cerita bergambar, teka-teki silang, pojok, dan karikatur.
D. Fungsi Kontrol Sosial, terkandung makna demokratis yang didalamnya terdapat unsur-unsur sebagai berikut:
1. Social particiption yaitu keikutsertaan rakyat dalam pemerintahan.
2. Socila responsibility yaitu pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyat.
3. Socila support yaitu dukungan rakyat terhadap pemerintah.
4. Social Control yaitu kontrol masyarakat terhadap tindakan-tindakan pemerintah.
E. Sebagai Lembaga Ekonomi, yaitu pers adalah suatu perusahaan yang bergerak dibidang pers dapat memamfaatkan keadaan disekiktarnya sebagai nilai jual sehingga pers sebagai lembaga sosial dapat memperoleh keuntungan maksimal dari hasil prodduksinya untuk kelangsungan hidup lembaga pers itu sendiri.

BAB II

                                                 PEMBAHASAN

Kebebasan pers tidak terelakkan lagi merupakan suatu unsur penting dalam pembentukan suatu sistem bernegara yang demokratis, terbuka dan transparan. Pers sebagai media informasi merupakan pilar keempat demokrasi yang berjalan seiring dengan penegakan hukum untuk terciptanya keseimbangan dalam suatu negara. Oleh karena itu sudah seharusnya jika pers sebagai media informasi dan juga sering menjadi media koreksi dijamin kebebasannya dalam menjalankan profesi kewartawananya. Hal ini penting untuk menjaga obyektifitas dan transparansi dalam dunia pers, sehingga pemberitaan dapat dituangkan secara sebenar-benarnya tanpa ada rasa takut atau dibawah ancaman, sebagaimana pada masa Orde Baru berkuasa dengan istilah self-censorship.
Mengenai nilai-nilai kebebasan pers sendiri, hal tersebut telah diakomodir di dalam UUD 1945 yang telah diamandemen, yaitu diatur dalam Pasal 28, Pasal 28 E Ayat (2) dan (3) serta Pasal 28 F. Oleh karena itu jelas negara telah mengakui bahwa kebebasan mengemukakan pendapat dan kebebasan berpikir adalah merupakan bagian dari perwujudan negara yang demokratis dan berdasarkan atas hukum.

Namun demikian, perlu disadari bahwa insan pers tetaplah warga negara biasa yang tunduk terhadap hukum yang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini, bagaimanapun juga asas persamaan dihadapan hukum atau equality before the law tetap berlaku terhadap semua warga negara Indonesia termasuk para wartawan, yang notabene adalah insan pers. Asas persamaan di hadapan hukum tersebut juga diatur secara tegas dalam UUD 1945 yang telah diamandemen yaitu di dalam Pasal 27 Ayat (1) dan Pasal 28 D Ayat (1). Dengan demikian para insan pers di Indonesia tidak dapat dikecualikan atau memiliki kekebalan (immune) sebagai subyek dari hukum pidana dan harus tetap tunduk terhadap Kitab Undang-undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang berlaku di Indonesia.
Akan tetapi, hal tersebut bukan berarti kebebasan pers telah dikekang oleh undang-undang. Justru, konsep berpikir yang harus dikembangkan adalah perangkat perundang-undangan tersebut dibuat dan diberlakukan dengan tujuan untuk membentuk pers yang seimbang,
transparan dan profesional.
Bagaimanapun juga harus diakui bahwa pers di Indonesia belum seluruhnya telah menerapkan suatu kualitas pers yang profesional dan bertanggung jawab dalam membuat pemberitaan. Hal ini patut diwaspadai mengingat belum seluruhnya rakyat Indonesia memiliki pendidikan dan tingkat intelegensia yang memadai. Jika, pers dibiarkan berjalan tanpa kontrol dan tanggung jawab maka hal tersebut dapat berpotensi menjadi media agitasi yang dapat mempengaruhi psikologis masyarakat yang belum terdidik, yang notabene lebih besar jumlahnya dibanding masyarakat yang telah terdidik. Oleh karena itu kebebasan pers perlu diberikan pembatasan-pembatasan paling tidak melalui rambu hukum, sehingga pemberitaan yang dilakukan oleh pers, dapat menjadi pemberitaan pers yang bertanggung jawab.

Yang menjadi masalah dalam pemberitaan pers adalah jika pemberitaan pers digunakan sebagai alat untuk memfitnah atau menghina seseorang atau institusi dan tidak mempunyai nilai berita (news), dan di dalam pemberitaan tersebut terdapat unsur kesengajaan (opzet) dan unsur kesalahan (schuld) yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana. Jadi yang perlu ditekankan disini adalah, pidana tetap harus diberlakukan terhadap pelaku yang dengan sengaja melakukan penghinaan atau fitnah dengan menggunakan pemberitaan pers sebagai media. Sementara kebebasan pers untuk melakukan pemberitaan jika memang dilakukan secara bertanggung jawab dan profesional, meskipun ada kesalahan dalam fakta pemberitaan tetap tidak boleh dipidana.
Contohnya berita Newsweek tentang pelecehan Qur’an di Guantanamo yang ternyata merupakan kesalahan nara sumber dan Newsweek meminta maaf atas kesalahan tersebut dan berjanji akan lebih berhati-hati dalam pemberitaan.
UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers (“UU Pers”) sendiri belum mengakomodir mengenai permasalahan tersebut. Di dalam UU Pers sendiri hanya diatur mengenai sanksi pidana berupa denda jika perusahaan pers melanggar norma susila dan asas praduga tidak bersalah serta masalah pengiklanan yang dilarang oleh undang-undang (Pasal 18 Ayat 2 UU Pers). Sementara itu, selebihnya UU Pers hanya mengatur mengenai hak jawab dan hak koreksi untuk pemberitaan yang dianggap bermasalah. Hal inilah yang sebenarnya yang untuk sementara pihak dianggap tidak mengandung ketidakseimbangan dalam pers, namun dalam hal ini pers tidak dapat dipersalahkan, karena yang salah adalah UU Pers yang tidak mengatur mengenai potensi-potensi masalah hukum yang rumit dan berat yang dapat timbul dalam pemberitaan pers.
UU Pers sendiri tidak mengatur secara tegas siapa yang harus menjadi penanggung jawab dalam perusahaan pers terhadap berita-berita yang dikeluarkan. Apakah itu pemimpin redaksi atau wartawan? UU pers tidak mengatur secara jelas. Pasal 12 UU Pers hanya mengatur bahwa perusahaan pers wajib mengumumkan nama dan alamat penanggung jawab dalam perusahaan pers. Sehingga dapat terjadi bias dalam masalah pertanggung jawaban mengenai penerbitan berita dalam perusahaan pers.
Berdasarkan uraian diatas, jelas bahwa konsep kebebasan pers dalam mengeluarkan pendapat dan pikiran merupakan hal yang mutlak bagi proses demokratisasi suatu negara. Hanya saja, kebebasan tersebut bukanlah kebabasan yang mutlak dan tanpa batas. Untuk mencegah disalahgunakannya pers sebagai media penghinaan, fitnah, dan penghasutan diperlukan perangkat hukum lain, yang sebenarnya bertujuan bukan untuk mengekang kebebasan pers namun membuat pers Indonesia menjadi lebih profesional dan bertanggung jawab serta menghormati hukum dan hak asasi manusia seusai dengan perananan pers nasional sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU Pers, yaitu:
1. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
2. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinnekaan;
3. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar;
4. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum;
5. memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Jika melihat dari sudut pandang rancangan undang-undang KUHP (“RUU KUHP”) yang baru saat ini, maka Pasal 511 sampai dengan Pasal 515 RUU KUHP telah mengakomodasi permasalahan penghinaan maupun fitnah yang dapat terjadi dalam pemberitaan Pers.
Untuk masalah penghinaan Pasal 511 Ayat (1) RUU KUHP telah mengatur secara jelas mengenai kriteria tindak pidana penghinaan, yaitu terlihat dari unsur-unsurnya sebagai berikut:
1. setiap orang;
2. dengan lisan;
3. menghina menyerang;
4. kehormatan atau nama baik orang lain;
5. menuduhkan suatu hal;
6. dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum.
Untuk Pasal 511 Ayat (1) RUU KUHP tersebut ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Kategori III (Rp. 30.000.000,-).
Sedangkan untuk tindak pidana yang dilakukan secara tertulis diatur dalam Pasal 511 Ayat (2) RUU KUHP, sebagai pemberat tindak pidana terhadap Pasal 511 Ayat (1) RUU KUHP. Pemberatan tersebut akan dikenakan apabila penghinaan tersebut memenuhi unsur-unsur: dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan di tempat umum. Dengan demikian jika tindak pidana penghinaan dilakukan melalui pemberitaan pers telah memenuhi unsur-unsur yang diatur dalam Pasal 511 Ayat (2) RUU KUHP. Akan tetapi dalam Pasal 511 Ayat (3) RUU KUHP diatur pula mengenai dasar pembenar untuk melakukan hal-hal yang diatur dalam Pasal 511 Ayat (1) dan (2) RUU KUHP, yaitu jika perbuatan tersebut dilakukan untuk kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri. Untuk Pasal 511 Ayat (2) RUU kUHP ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Kategori III (Rp. 30.000.000,-).
Untuk tindak pidana fitnah, hal tersebut diatur dalam Pasal 512 RUU KUHP. Tindak pidana fitnah itu sendiri merupakan pengembangan dari tindak pidana penghinaan baik yang diatur dalam Pasal 511 Ayat (1) maupun Ayat (2) RUU KUHP. Tindak pidana fitnah merupakan tindak pidana penghinaan yang ditambahkan unsur kesempatan bagi pelaku penghinaan untuk membuktikan kebenaran apa yang dituduhkannya, dan jika apa yang dituduhkan oleh si pelaku tersebut tidak terbukti, maka ia telah melakukan tindak pidana fitnah. Apabila tindak pidana fitnah itu dilakukan melalui media pemberitaan pers maka tindak pidana fitnah tersebut akan memenuhi unsur Pasal 511 Ayat (2) RUU KUHP.
Untuk tindak pidana fitnah (Pasal 512 RUU KUHP) ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling sedikit 5 (lima) tahun atau denda paling sedikit Kategori III (Rp. 30.000.000,-) dan paling banyak Kategori IV (Rp.75.000.000,-).
Dengan demikian RUU KUHP sendiri di lain sisi juga cukup memberikan perlindungan bagi kebebasan pers, yaitu kesempatan bagi terdakwa pelaku penghinaan atau fitnah untuk membuktikan kebenaran mengenai apa yang dituduhkannya, atau dalam hal penghinaan atau fitnah tersebut dilakukan melalui pemberitaan pers maka wartawan yang melakukan pemberitaan tersebut dapat diberi kesempatan oleh hakim untuk membuktikan kebenaran mengenai pemberitaannya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 512 Ayat (2) RUU KUHP, dimana diatur bahwa pembuktian kebenaran akan tuduhan yang dilakukan tersebut, hanya dapat dilakukan dalam hal:
1. hakim memandang perlu untuk memeriksa kebenaran tuduhan tersebut guna mempertimbangkan keterangan terdakwa bahwa terdakwa melakukan perbuatan tersebut untuk kepentingan umum atau karena terpaksa membela diri;
2. pegawai negeri dituduh melakukan suatu hal dalam melakukan tugas jabatannya.
Selanjutnya Pasal 513 Ayat (1) RUU KUHP memberikan dasar pemaaf bagi pelaku penghinaan dan fitnah yaitu apabila tuduhan yang dibuat oleh si pelaku tersebut terbukti kebenarannya berdasarkan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) maka, si pelaku tidak dapat dipidana atas fitnah. Hal ini tentu saja berlaku juga terhadap tindak pidana fitnah yang dilakukan melalui pemberitaan pers. Jika pemberitaan pers yang dianggap menghina atau menfitnah itu dapat dibuktikan kebenarannya maka, wartawan yang menjadi terdakwa tidak dapat dipidana atas tuduhan penghinaan atau fitnah. Sebaliknya, jika berdasarkan putusan hakim yang telah berkekekuatan hukum tetap perbuatan yang dituduhkan tersebut tidak terbukti, maka si terhina atau si terfitnah tersebut dibebaskan dari apa yang dituduhkan, dan putusan tersebut menjadi bukti sempurna bahwa apa yang dituduhkan tersebut tidak benar. Dalam hal ini benar-benar diperlukan hakim atau pengadilan yang betul-betul menghayati dan memahami seluk-beluk penerapan hukum pidana khususnya tentang penghinaan dan fitnah.
Dalam hal terjadi kasus penghinaan atau fitnah, maka proses persidangan terdakwa penghinaan atau fitnah akan ditunda terlebih dahulu jika hakim memutuskan untuk membuktikan kebenaran akan apa yang dituduhkan dalam penghinaan atau fitnah tersebut (Pasal 513 Ayat 3 RUU KUHP) yang dilakukan baik secara lisan maupun secara tertulis (termasuk media pemberitaan pers). Setelah persidangan masalah pembuktian kebenaran tuduhan tersebut mempunyai putusan yang telah berkekuatan hukum tetap maka barulah proses persidangan perkara penghinaan atau fitnah dilanjutkan. Hal tersebut dilakukan karena pembuktian akan kebenaran tentang hal yang dituduhkan dalam penghinaan atau fitnah tersebut akan menjadi alat bukti yang sangat menentukan dalam persidangan perkara penghinaan atau fitnah.
Perlu ditekankan juga bahwa tindak pidana penghinaan dan fitnah adalah merupakan delik aduan (Pasal 518 RUU KUHP) karena pelaku tindak pidana penghinaan dan fitnah tidak akan dituntut, jika tidak ada pengaduan dari orang yang berhak mengadu, kecuali jika yang dihina atau difitnah adalah seorang pegawai negeri yang sedang menjalankan tugasnya yang sah (Pasal 515 RUU KUHP).
Berdasarkan pemaparan diatas dapat dimengerti bahwa kebebasan pers dalam mengemukakan berita tetap dijaga, akan tetapi bukan berarti kriminalisasi dalam pers tidak dimungkinkan. Dalam hal media pers telah menjadi alat untuk melakukan penghinaan dan fitnah tentu saja oknum tersebut harus dapat dipidana. Jadi bukan pers sebagai media pemberitaan yang dikriminalisasi tetapi pelaku, oknum yang mungkin saja menunggangi pers atau memanfaatkan pers untuk kepentingan yang melanggar hukum, itulah yang akan dikriminalisasi. Jadi yang diadili adalah si pelaku dan bukan pers.
Dalam pembuktian pidana penghinaan dan fitnah yang dilakukan melalui media pemberitaan pers, tentu saja harus terdapat opzet atau kesengajaan pelaku untuk melakukan tindak pidana, dan juga adanya schuld atau kesalahan dalam perbuatan tersebut. Jadi sesungguhnya bukan pemberitaan pers yang dipidanakan tetapi perbuatan menghina atau memfitnah tersebut yang dipidana.
Harus diakui bahwa belum semua pers Indonesia dikelola secara profesional dan mampu melakukan pemberitaan yang bertanggung jawab, banyak perusahaan pers yang mengeluarkan berita-berita gosip dan pernyataan-pernyataan yang tidak benar atau bias. Di lihat dari sisi lain kepentingan masyarakat, tentu saja pers yang tidak berkualitas akan sangat merugikan karena tidak mendidik masyarakat dan sebagai pembentuk opini publik, pers akan sangat berbahaya jika dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu yang memiliki tujuan-tujuan yang melanggar hukum.
Oleh karena itu jika dipandang dari sudut pandang hukum pidana khususnya dalam RUU KUHP, hukum secara seimbang telah mengatur antara kebebasan pers dan pertanggung jawaban isi dari beritanya, dan perlu diingat bahwa pasal-pasal penghinaan dan fitnah dalam RUU KUHP adalah pasal-pasal yang mengatur mengenai tindak pidana penghinaan dan fitnah secara umum (general) jadi tidak hanya mengacu pada pemberitaan pers saja. Justru dengan adanya pasal-pasal mengenai penghinaan dan fitnah dalam RUU KUHP maka pers Indonesia didorong untuk menjadi lebih profesional dan lebih bertanggung jawab dalam menerbitkan pemberitaan. Hal tersebut karena pers selain mempunyai tugas untuk memberikan informasi secara terbuka dan transparan terhadap masyarakat, pers juga memiliki tanggung jawab untuk mendidik masyarakat dan untuk menjaga opini publik, yang rentan terhadap situasi sosial politik di negara seperti Indonesia.
Akan tetapi ada yang perlu dikritisi dalam pasal-pasal mengenai penghinaan dan fitnah RUU KUHP yaitu mengenai pembuktian akan kebenaran tuduhan yang dibuat oleh terdakwa penghinaan atau fitnah yang didasarkan atas kepentingan umum atau pembelaan diri. Berdasarkan Pasal 512 Ayat (2) RUU KUHP pembuktian kebenaran tuduhan yang dibuat oleh terdakwa penghinaan atau fitnah sepenuhnya tergantung pada keputusan hakim, sedangkan seharusnya pembuktian mengenai apa yang dituduhkan sebagai penghinaan atau fitnah harus dilakukan tanpa kecuali karena hal tersebut merupakan bukti apakah si terdakwa benar melakukan tindak pidana atau tidak.
Hal lain yang perlu dikritisi adalah tidak efisiennya persidangan, karena sidang pembuktian akan kebenaran tuduhan fitnah atau penghinaan pasti akan memakan waktu yang lama sehingga asas peradilan yang cepat, dan biaya murah sulit untuk diterapkan dalam kasus penghinaan dan fitnah.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Sebagai penutup, kebebasan pers merupakan hal yang mutlak untuk dijaga dan dijamin secara hukum. Namun demikian pers sebagai bagian dari demokrasi harus memiliki profesionalisme dan tanggung jawab dalam melakukan tugasnya. Oleh karena itu hukum berada ditengah masyarakat guna untuk menciptakan keseimbangan antara demokrasi, kebebasan, dan tanggung jawab. Pers tidak kebal hukum tetapi kebebasan pers tidak pernah terancam karena kebebasan pers bukan merupakan kejahatan.




















DAFTAR PUSTAKA



  • Effendy, Onong Uchjana. 1993. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Cetakan Pertama. Bandung: Citra Aidya Bakti

  • Hamzah, A, I Wayan Suandra dan BA Manalu. 1987. Delik-Delik Pers di Indonesia. Cetakan Pertama. Jakarta: Media Sarana Pers



  • dan dari berbagai sumber yang dapat di percaya.





Minggu, 21 November 2010

Kenapa Sebagian Orang Kaya dan Kebanyakan Orang Miskin?

-->
Judul di atas sedikitpun tiada bermaksud untuk melecehkan orang miskin atau meninggikan orang kaya. Juga bukan untuk menjawabnya secara normatif, bahwa itu disebabkan hukum alam dimana sampai kapanpun orang kaya akan selalu ada seperti juga adanya orang miskin.
Melainkan posting ini saya maksudkan agar kita bisa belajar dari cara orang kaya dalam mengumpulkan kekayaan melimpah; dan bagaimana berupaya menerapkannya dalam kehidupan masing-masing agar kehidupan anda menjadi lebih baik.
“Kenapa Sebagian Orang Kaya dan Kebanyakan Orang Miskin?”
Pertanyaan ini selalu menarik untuk dibahas. Banyak orang memiliki pendapatnya mengenai hal ini. Namun yang menarik adalah banyak fakta menunjukkan bahwa banyak orang yang semula tidak memiliki apa-apa dan secara finansial hidupnya pas-pasan, namun kemudian bisa merubah hidupnya 180 derajat. Mengapa ini bisa terjadi? Sementara, banyak orang lainnya tetap tidak mampu merubah keadaan hidupnya sedikit lebih baik.
Sering juga fakta menunjukkan bahwa orang-orang yang sudah kaya, dalam tahun-tahun berikutnya hartanya terus bertambah. Uang dan kekayaan yang mereka kumpulkan bertambah banyak dan semakin banyak. Sebaliknya, fakta menyedihkan lainnya, ada banyak orang miskin yang jangankan menambahkan kekayaan, sedikit uang yang dimilikinya pun ikut amblas tak berbekas untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Mengapa ini bisa terjadi?
Kata- kata sukses bilang: “Anda adalah apa yang anda pikirkan.” Ketika anda memenuhi pikiran anda dengan hal yang penuh kekurangan, hidup anda pun akan seperti itu. Sebaliknya ketika pikiran anda dipenuhi dengan keberlimpahan, maka itu juga yang terbentuk dalam kehidupan anda.
Dari pikiran anda membentuk dunia anda. Seperti apa dunia yang ingin anda buat bergantung dari apa yang awalnya anda pikrkan.
Orang-orang sukses memenuhi pikirannnya kapan saja dengan keberlimpahan, kebermanfaatan, dan solusi. Pikiran-pikiran keberlimpahan dan positif itu akan memacu anda menjadi lebih peka terhadap apa yang anda anggap penting.
Orang-orang sukses tidak akan menyibukkan pikirannya dengan rasa menyerah, mengeluh, menyalahkan, atau putus asa. Segala pikiran kenegatifan adalah cermin ketidakmampuan untuk mengontrol pikiran sendiri.
Kalau orang kaya selalu berpikir dalam alam “keberlimpahan”, sebaliknya kebanyakan orang-orang miskin memenuhi benaknya dengan pikiran serba kekurangan, perasaaan sebagai orang kecil, sebagai orang yang tak punya, dan hal-hal yang serba “minimal” lainnya.
“Kalau saya belum kaya, bolehkah saya tiru cara berpikir orang kaya ?
Jika dari anda ada yang bertanya demikian, justru itu sangat saya anjurkan. Sekalipun saat ini anda belum kaya, tapi anda mau menjadi kaya saya anjurkan ikuti bagaimana cara berpikir orang kaya seperti cara di atas.
So, mulai hari ini mari berubah. Sekarang mari saya pandu anda melakukan resolusi perubahan dalam hidup anda.
Pertama, mari katakan kata-kata berikut. Konsentrasi sebentar, ucapkan dalam hati dan keluarkan suara anda. Mari mulai: “Mulai hari ini saya akan berpikir seperti orang kaya yang dipenuhi keberlimpahan. Saya tidak akan membatasi pikiran saya dengan keterbatasan/kesulitan. Bahwa saya PASTI BISA! Tidak ada yang mustahil untuk saya capai.”
Kedua, coba ikuti kata-kata berikut: “Mulai hari ini saya tidak akan pernah merendahkan diri saya sendiri dengan mengatakan saya tidak bisa, saya tidak mampu, atau hal-hal yang menunjukkan kelemahan. Dalam hal apa saja, saya optimis bahwa saya PASTI BISA! Atau sekurang-kurangnya saya mau belajar yang ditindaklanjuti dengan ACTION!
Sekarang tegakkan dagu anda, tatap pandangan ke depan dan mulailah berpikir seperti orang kaya. Ini akan mengubah hidup anda. Asal disertai dengan ACTION tentunya!!!!
                                                                                                                           
                                                                                                                                    Ariston Sebayang

Minggu, 07 November 2010

BUDAYA INSTAN

Perkembangan teknologi yang sangat cepat dan menyentuh semua aspek kehidupan, secara umum berdampak positif terhadap peningkatan kualitas kehidupan karena dukungan teknologi memungkinkan seseorang untuk melakukan berbagai kegiatan dengan lebih cepat dan lebih akurat. Termasuk juga dalam hal dukungan teknologi bagi perkembangan ilmu kesehatan, yang dapat membantu untuk memudahkan diagnosa suatu penyakit atau memonitor perkembangan janin dengan sangat akurat.
Namun ada juga sisi negatif yang muncul dari perkembangan teknologi yang berdampak pada perubahan budaya, karena seringkali bantuan teknologi tersebut dimanfaatkan oleh seseorang untuk mencapai apa yang menjadi tujuannya dengan cara yang singkat tanpa harus memperhatikan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat.
Kejahatan untuk memperkaya diri sendiri dapat melalui dukungan teknologi informasi, hal ini sudah banyak terjadi dan ketika orang ingin memiliki sesuatu dengan cepat maka teknologi informasi disalahgunakan menjadi alat untuk memperkaya diri salah satu kejahatan kartu kredit yang terbesar didunia adalah di Indonesia,
Kasus kartu kredit ini berdampak negatif bagi bangsa Indonesia karena tingkat kredibilitas para penggunaan kartu kredit menjadi semakin memburuk.
Ketika tingkat keberhasilan seseorang diukur dalam bentuk materi,  kedudukan dan ketenaran yang semuanya itu bersifat hedonisme, maka secara perlahan dan pasti, generasi muda sekarang juga terpengaruh dengan pola hidup yang hedonisme bahkan mungkin sudah banyak yang terjerat dengan cara hidup seperti ini. Impian keberhasilan dan ketenaran semakin menyelimuti banyak anak muda, mulai dari ingin tenar dengan cepat maka muncullah segala macam festival/ kontes menuju ketenaran dalam sekejap.  Orang berbondong-bondong mengantri untuk pendaftaran, kemudian rela mengorbankan waktu, tenaga juga biaya untuk mengikuti audisi, dan ketika masuk final, lebih banyak lagi biaya yang dikeluarkan untuk mendukung kemenangan melalui SMS. Akhirnya, seberapa banyak orang yang berhasil melalui kontes dan festifal itu? Siapa yang untung? Siapa yang buntung?
Penyelenggara akan mengeruk keuntungan yang besar, termasuk provider SMS, sementara banyak keluarga yang akhirnya terjerat hutang karena impian kemenangan dan ketenaran yang akan diraih secara instan hilang dalam hitungan detik.
Bagaimana dengan pola hidup masyarakat sekarang? Pola hidup yang sehat diawali dengan mengkonsumsi makanan yang sehat, namun kenyataan sekarang banyak orang yang menginginkan serba instan dalam dalam mengkonsumsi makanan.  Dengan alasan sibuk tidak ada waktu sehingga tidak sempat untuk menyiapkan makanan sehat, atau cari mudahnya saja, banyak orang tua mengajak anak-anak makan bersama di gerai siap saji. Seberapa banyak gerai makanan siap saji di kota anda, maka semakin banyak jumlah gerai makanan siap saji itu semakin menurun tingkat kesehatan masyarakat setempat.  Bahan makanan yang berasal dari peternakan yang menggunakan hormon pertumbuhan memungkinkan hasil ternak dapat lebih cepat untuk dijual, dan keuntungan tentu akan diperoleh bagi peternak juga gerai makanan siap saji, seolah para konsumen diuntungkan karena dapat menyantap makanan dengan cepat dan mudah diperoleh dibanyak tempat, namun sebenarnya konsumen yang setia menyantap makanan tersebut sedang menabung penyakit juga meningkatnya hormon pertumbuhan bagi anak-anak kita. Secara jujur dapatkah kita mengatakan bahwa jenis makanan siap saji (instan) seperti ini dapat menurunkan tingkat kualitas kesehatan?  
Lebih parah lagi, banyak orang tua yang menyiapkan makan pagi untuk anak-anak dengan membeli satu kardus mie instan dengan alasan mudah dan cepat disajikan. Adakah pembaca yang belum pernah menyantap mie instan? Jika belum pernah, berbahagialah dan usahakanlah tidak menyantapnya.
Berbagai jenis makanan instan dengan mudah dapat diperoleh di warung atau supermarket mulai dari mie instan, sop instan, bubur instan, nasi goreng instan juga tersedia berbagai jenis makanan kaleng yang dapat dimasak secara instan.
Dapatkan makanan jenis instan memenuhi kebutuhan gizi seseorang secara layak? Jelas tidak, bahkan bisa dikatakan hanya untuk memenuhi rasa lapar saja dan selanjutnya menabung berbagai zat yang berbahaya bagi tubuh kita apabila dikonsumsi secara rutin dan jangka panjang.  
Apakah budaya instan juga sudah mencemari dunia pendidikan?  Jawabannya ya, dan sudah mulai mencengkeram erat dalam dunia pendidikan.
Nilai yang diajarkan dalam dunia pendidikan kita bukan lagi nilai kehidupan yang hakiki, tetapi nilai ukuran berhasil tidaknya memenuhi standar.
Kalau dari segi kesehatan berkorelasi dengan banyaknya gerai siap saji, maka dunia pendidikan yang berkualitas berkorelasi negatif dengan menjamurnya Bimbingan Belajar. Semakin banyak tempat Bimbingan Belajar, maka keberhasilan yang akan dicapai lebih banyak pada pemenuhan nilai standar, bukan lagi nilai-nilai kehidupan yang hakiki.
Solusi untuk keberhasilan Ujian Nasional, masuk perguruan tinggi, dengan metode mengerjakan soal dengan cepat dan tepat diajarkan dalam Bimbingan Belajar.
Bagaimana dengan mahasiswa? Tidak jauh berbeda karena bekal belajar yang instan sudah mulai merasuk ketika menjelang akhir di SD, kemudian diakhir SMP juga diakhir SMA, maka ketika menjadi mahasiswa bibit belajar instan sudah mulai tumbuh dan menjadi pohon belajar instan. Sistem SKS menjadi plesetan dan menjadi sesuatu yang benar, karena banyak mahasiswa terlalu santai dalam belajar dan sibuk ketika menjelang ujian semester.
Lebih parah lagi, ketika menyusun tugas akhir, lebih banyak mencari referensi Skripsi yang sejenis dengan topik yang akan diajukan ke dosen pembimbing, bukan mencari referensi ilmu yang harus mendasari dalam penyusunan skripsinya.
Setelah lulus secara instan, dan dengan bekal yang minim, mulai mencari pekerjaan dengan bantuan sanak saudara untuk memperoleh koneksi. Ini cara instan untuk memperoleh pekerjaan, bukan pada usaha yang mandiri.
Dengan koneksi dan sedikit uang pelicin, maka ketika bekerja juga muncul buah-buah dari budaya instan, yaitu bagaimana memperoleh karir yang tinggi dengan cara yang cepat.  Karir yang tinggi tidak mungkin dapat diperoleh secara cepat apabila seseorang tidak memiliki keunggulan yang istimewa dibandingkan teman sekerja lainnya. Namun kondisi sekarang sudah banyak pimpinan perusahaan ataupun eksekutif muda yang memiliki karir instan, dan memperoleh banyak keuntungan bagi dirinya, namun tidak demikian dengan perusahaan atau instansi yang dipimpinnya, karena keberhasilan yang diperoleh adalah singkat dan tidak berkelanjutan. Keberhasilan ini identik dengan ukuran yang ada saat ini yaitu kedudukan dan kekayaan yang berlimpah, meskipun kekayaan itu tidak membawa berkah.  Pola karir instan ini, tidak ubahnya seperti perilaku katak yang memerlukan pijakan untuk dapat meloncat yang lebih tinggi. Mengorbankan orang lain atau anak buah untuk memperoleh prestasi yang tinggi, menginjak kemampuan orang lain untuk menonjolkan dirinya.
Jika banyak karyawan/ pegawai yang berperilaku seperti ini, maka dalam waktu sekejap perusahaan akan terlihat berkembang bila dilihat sepintas dari sisi laporan keuangannya. Perusahaan besar banyak yang memanipulasi angka-angka sehingga terlihat sangat bagus kinerjanya, meskipun sebenarnya pondasi bisnis berdiri diatas pasir bukan diatas beton atau batu, sementara tiang utamanya bersandar pada pimpinan instan sehingga dengan mudahnya perusahaan tersebut bangkrut dan para pemimpinnya kabur membawa keuntungan sendiri.
Jika mulai dari hal yang terkecil dalam sisi kehidupan masyarakat dimulai dari yang serba instan, bukan suatu hal yang mustahil, ketika kehidupan religinya juga bersifat instan. Supaya dilihat atasan, maka secara menyolok akan melakukan ritual agamanya, bukan pada keyakinan melakukan hal tersebut. Supaya dapat pujian masyarakat maka pada saat memberikan bantuan bencana dipublikasi besar-besaran.
Mungkin saat ini juga sudah banyak yang melakukan doa instan, nggak perlu berjamaah di masjid, nggak perlu datang kegereja atau tempat ibadah lainnya, karena doanya disampaikan secara instan, langsung minta pada Tuhan, dan berharap semua permintaannya dipenuhi dalam sekejap.
Betapa parahnya jika bidaya instan sudah mendarah daging dalam bangsa ini, jangan berharap banyak untuk terjadi perubahan budaya bangsa ini bila tidak dimulai dari diri kita sendiri.

mari kita mulai sekarang..............

                                                                                                                        BY: RABOEN

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites